TETESAN TERAKHIR AIR MATA BUNDA
“Go…Ray…Go…….” teriakan para penonton membuat Ray memacu kencang motor KING kesayangannya. Ray benar- benar ingin memenangkan pertandingan untuk kali ini. Ray memang jagonya untuk urusan kebut- kebutan, buat Ray kegiatan ini bisa memacu adrenalinnya.Teriakan para penonton semakin antusias, apalagi ketika motor Ray hampir menyentuh finish.
“ Yess…” teriak Ray saat roda motor Ray menyentuh garis finish.
Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam, motor Ray melaju kencang menembus malam, Ray ingin cepat- cepat sampai di rumah.
”Assalamu’alaikum….” teriak Ray di pagar rumah mewah itu.
Rumah besar itu ber-cat putih, di halaman rumah yang luas itu banyak sekali bunga- bunga, tapi dari sekian banyak bunga di halaman rumah itu, ada satu bunga kesayangan Bunda, yaitu bunga melati, tanaman yang menjalar itu adalah bunga kesayangan Bunda. Bik Sumi langsung membukakan pintu pagar.
“Mas Ray, koq baru pulang?Ibu nunggu Mas Ray dari tadi.” ujar Bik Sumi.
Ray langsung menuju kamar Bunda.
“Bunda…” Ray mencium tangan Bunda.
”Dari mana saja kamu Nak?Jangan bilang kalau kamu balapan liar lagi?” Ray mendesah nafas panjang.
“Bunda udah makan?” Ray mencoba mengalihkan pertanyaan Bunda.
”Bunda gak mau makan, kalo kamu belum makan sama Bunda”.
Ray melihat mata Bunda, Ray paling senang melihat mata Bunda, mata Bunda adalah mata yang paling indah buat Ray, dan Bunda akan luluh hatinya, jika Ray menatap dalam mata Bunda.
”Bunda lapar, ayo kita makan!” ujar Bunda.
Ini bukan pertama kali untuk Ray menyuapi Bunda makan, Ray sudah sangat sering menyuapi Bunda makan, terutama sekitar 3 bulan ini. Bunda sedang sakit, Dokter memvonis Bunda menderita sakit kanker paru- paru, dan kemungkinan untuk Bunda sembuh sangat tipis. Tapi Ray tidak pernah putus asa, Bunda sudah sering masuk rumah sakit, tapi karena Bunda tidak pernah betah di rumah sakit, jadi selama 3 bulan ini di kamar Bunda sudah tersedia infus untuk menemani hari- hari Bunda. Satu hal yang gak ingin Ray lihat dari Bunda, Ray gak ingin melihat Bunda menangis. Saat Ray berusia 10 tahun, ayah Ray menceraikan Bunda, dengan alasan tidak sanggup mengurus istri penyakitan, di tambah godaan dari sekretaris ayah yang sering menelepon ayah untuk urusan yang gak penting di luar urusan kantor. Sekarang hanya Ray yang dimiliki Bunda. Di rumah sebesar itu, tidak jarang Ray sering merasa kesepian. Makanya Ray mencari kesibukan di luar kuliahnya. Ray memang hobi balapan dari SMA, dan hobi itu berlanjut sampai sekarang. Buat Ray, balapan bisa membuat adrenalinnya terpacu, apalagi Balapan bisa membuat Ray melupakan masalahnya. Ray sangat benci dengan ayahnya, karena ayah Bunda sakit seperti ini, tapi motor pemberian ayahnya adalah motor kesayangan Ray, “KING “ itu yang sering menemani Ray saat Ray sedang gundah, sedih, ataupun marah. Tanpa sepengetahuan Bunda, Ray sering mengintip Bunda di balik jendela kamar bunda. Ray sering melihat Bunda menangis menyesali nasib dan sakit yang diderita bunda. Ray ingin menghibur bunda, tapi Ray tidak pernah bisa menghibur Bunda karena Bunda akan mengunci pintu kamarnya kalau ingin sendiri. Hari ini adalah hari ulang tahun Bunda yang ke -47 tahun, Ray sudah menyiapkan kejutan untuk Bunda. Pagi ini, Ray bangun lebih awal dari biasanya, dan khusus hari ini Ray lah yang menyiapkan sarapan untuk Bunda, pukul 6 pagi Ray sudah ada di dapur, Bi Sumi yang biasanya menyiapkan sarapan Bubur untuk Bunda, terkejut karena majikannya sudah ada di dapur.
“Mas Ray lagi ngapain?” tanya Bi Sumi.
“Aku lagi buatin Bubur untuk Bunda, emang kenapa Bik?” tanya Ray.
“Sudah biar Bibik aja yang nyiapin seperti biasa, Mas Ray tenang aja” ujar Bi Sumi.
“Nggak bi, mulai hari ini aku yang akan nyiapin bubur buat bunda, aku juga yang nyiapin obat- obat untuk Bunda minum, Bibik tenang aja. Bibik bisa ngurus kerjaan bibik yang lain.” Ray langsung berlalu menuju kamar Bunda.
“Bunda..” Ray membangunkan Bunda, Bunda tampak terkejut melihat putra kesayangannya sudah ada di sampingnya.
”Ray…tumben kamu bangun pagi- pagi nak?biasanya Bik Sumi yang sering bangunin Bunda tiap pagi, mimpi apa ya Bunda semalam?” goda Bunda sambil mencubit hidung Ray.
”Selamat Ulang Tahun Bunda…., Maaf Ray Cuma bisa buatin bubur buat Bunda, maaf kalo keasinan ya Bun….” tanpa terasa air mata Bunda menetes.
”Bunda,jangan nangis lagi dong!Bunda kan udah dewasa, kata bunda yang menangis hanya anak kecil, sekarang koq malah Bunda yang sering nangis?” Tanya Ray.
”Kali ini Bunda nangis karena bahagia koq nak…” jawab Bunda.
”Memangnya Bunda bahagia?” tanya Ray.
“Bunda bahagia nak,Bunda bahagia punya anak seperti kamu, anak yang selalu perhatian sama Bunda…” ujar Bunda.
Mereka pun berpelukan erat, ”Ray sayang sama Bunda, hari ini, besok, dan selamanya.” air mata Ray menetes.
Ibu dan anak itu kelihatan sangat bahagia, Bik Sumi terharu melihat kejadian itu. Hari ini Ray balapan lagi. Motor King itu terus melaju kencang, teriakan para penonton malah membuat Ray semakin bersemangat. Ray terus melaju kencang, dia seperti tidak peduli dengan lawan- lawannya yang lain, tanpa Ray sadari di depannya ada polisi tidur, Ray terus melaju.
Dan “Brakkk… Motor King itu terseret di aspal. “Akhhhhhh……” teriak Ray.
Para penonton berhamburan di jalanan, Ray pun di bawa ke rumah sakit, darah mengucur deras di lutut kirinya. Bunda yang mendengar kabar Ray kecelakaan langsung menuju ke rumah sakit tempat Ray dirawat. Bunda sudah ada di samping tempat tidur Ray, dengan duduk di kursi roda. Bunda membaca Al-fatihah dan surat- surat pendek untuk kesembuhan Ray, sesekali Bunda menghapus air mata yang menetes di pipinya. Ray mulai sadar.
“Bunda……” panggil Ray dengan suara lemah.
“Ray….Alhamdulillah akhirnya kamu sadar juga nak.” air mata Bunda terus mengalir di pipi Bunda.
”Bunda, jangan nangis lagi ya!Ray mohon, Ray gak apa- apa koq, Ray pasti sembuh dan jagain Bunda lagi, Ray janji…” Ray mengusap air mata Bunda.
Akhirnya setelah seminggu dirawat di rumah sakit, Ray kembali ke rumah, tapi untuk sementara ini Ray tidak bisa mengendarai “KING” kesayangannya, kaki Ray harus di perban dan untuk sementara ini Ray harus memakai tongkat. Sekarang Ray sudah jarang ke kamar Bunda, karena Ray harus banyak istirahat untuk pemulihan kakinya.Sekarang kondisinya terbalik, malah Bunda yang sering ada di kamar Ray, dan menyuapi Ray makan, Bunda melakukan itu di atas kursi rodanya. Sesekali Bunda mengusap- usap kepala anak kesayangannya itu.
“Ray….kalau nanti Bunda gak ada, Bunda gak mau kamu kebut- kebutan di jalanan yang gak jelas. Bunda mau kamu mengurusi perusahaan kita, selama ini hanya Pak Danar asisten Ayah kamu yang menyelesaikan semua urusan kantor, semenjak Ayah kamu ninggalin kita kamu gak pernah ke kantor, harapan Bunda kamu bisa memimpin perusahaan milik kita.”
Perusahaan itu memang milik keluarga Bunda, dan selama Bunda menikah dengan ayah kamu, ayah kamu yang mengurus semua kegiatan kantor,tapi setelah ayah kamu ninggalin Bunda, hanya Pak Danar yang Bunda percaya mengurus perusahaan kita.Kamu harus janji sama Bunda, kalau Bunda udah gak ada, Bunda mau kamu yang mengurus perusahaan keluarga kita.” pinta Bunda pada Ray anak semata wayangnya itu.
Kondisi Bunda semakin menurun, kata Dokter Bunda terlalu lelah selama seminggu ini. Ray tahu itu karena Bunda yang menjaganya saat Ray sakit dulu, dan selama Ray sakit Bunda kurang istirahat, Ray benar- benar merasa bersalah pada Bunda.
”Bunda, Maafin Ray ya!gara- gara Ray sakit, Bunda harus menjaga Ray sampai Bunda kelelahan seperti ini, maafin Ray ya Bunda….” Tangis Ray pecah melihat Bunda tersenyum sambil menghela nafas panjang.
”Ray…dulu kamu yang minta Bunda untuk tidak menangis, sekarang Bunda yang gak mau lihat kamu menangis.” Kata- kata Bunda semakin membuat air mata Ray mengalir deras.
“Anak laki- laki Bunda kok nangis sich. Ray kamu anak laki- laki Bunda satu-satunya, kamu bukan perempuan yang boleh menangis, sepanjang sejarah baru kamu loh laki- laki yang menangis.” Bunda mencoba menghibur Ray.
“Ray sayang sama Bunda,, Bunda jangan tinggalin Ray sendiri ya.”
Ray menghapus air matanya.
Pagi ini Ray menuju ke kamar bunda. Ray mendengar suara batuk yang tak kunjung henti, Ray langsung menuju kamar Bunda, dengan kaki yang masih sakit dan memakai tongkat Ray sampai di kamar Bunda, Ray melihat darah di lantai kamar Bunda.
”Bunda…….’’ teriak Ray.
Ray langsung memeluk Bunda. “Bik Sumi, cepat telepon dokter!.” teriak Ray dari kamar Bunda.
Dokter yang sudah tiba langsung menuju ke kamar Bunda, dengan sigap Dokter memeriksa denyut jantung Bunda, tensi darah Bunda mencapai 180/70, sangat tinggi untuk ukuran normal, kata dokter ukuran normal itu berkisar antara 120 s/d 130. Bunda pun langsung dilarikan ke rumah sakit, sampai di rumah sakit Bunda di masukkan ke ruangan UGD. Ray langsung menelepon Ayahnya, Ray tahu untuk saat ini bukan saatnya untuk Ray berdebat dengan ayahnya, walaupun Ayah Ray sudah meninggalkan mereka, tapi Ray ingin Ayahnya bisa melihat kondisi Bunda, yang mungkin untuk terakhir kalinya. Sekarang Ayah Ray dan Ray sudah ada di samping Bunda, tiba- tiba HP ayah Ray berbunyi Istri Ayah menelepon, dan Ayah Ray pun pamit pada anak dan mantan istrinya itu. Ray hampir mencegah Ayahnya pergi, tapi tangan Bunda mencegah Ray.
”Ray…jangan tinggalin Bunda sendiri nak….” Pinta Bunda pada Ray.
”Ray janji gak akan tinggalin Bunda, Ray akan jaga Bunda sampai sembuh, Ray janji!”
”Ray…Bunda capek, Bunda istirahat dulu ya Nak.Ingat pesan Bunda kamu gak boleh balapan liar lagi, Bunda gak mau kamu kenapa-napa Nak.”
Saat Ray ingin menjawab pertanyaan Bunda, ternyata Bunda sudah tertidur. Ray terus ada di samping Bunda, Ray membaca surat- surat di Alqur’an untuk kesembuhan Bunda. Tiba- tiba Ray melihat garis lurus di Mesin Pemicu Jantung Bunda, Ray langsung memanggil Dokter. Dokter langsung mengambil tindakan, tapi ternyata Allah berkehendak lain. Saat Kain kafan menutupi wajah Bunda, Ray melihat wajah Bunda yang cantik sekali, tapi tunggu, Ray melihat air mata di pipi Bunda, Ray langsung mengusap air mata itu dengan tangan nya.
“Ini adalah tangisan Bunda yang terakhir,” batin Ray.
Tanah merah itu menjadi saksi betapa besar kasih Bunda pada anak kesayangannya itu. Ray berdiri di samping makam Ibunya.
”Selamat jalan Bunda,Ray janji akan sayang sama Bunda selamanya…..”
Kini yang tampak bukan lagi air mata Bunda, tapi air mata Ray, tapi Ray cepat- cepat mengusap air matanya dan pergi meninggalkan pemakaman itu. Suatu saat nanti, Ray akan temani Bunda lagi disana.
“Tunggu Ray Ya Bunda…” batin Ray.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar